Rabu, 08 Juni 2011

Selasa, 07 Juni 2011

POLISIKU ... POLISIKU SAYANG ..POLISIKU MALANG


Seiring semakin beratnya tugas aparat negara khususnya kepolisian RI, semakin besar pula tantangan dan resiko (high risk) yang mereka hadapi. Ini menjadikan catatan hitam bagi kepolisian RI untuk lebih Profesional dan Terlatih dlm sgala tugasnya.

Berikut data polisi yang menjadi korban penembakan selama tahun 2011.
 
  1. 1 Juni 2011: Aipda Sugiyantoro anggota Unit Ranmor Polres Bekasi Kota tewas di tempat setelah diberondong senjata api laras panjang oleh sekelompok orang. Pelaku yang menggunakan mobil Avanza dicurigai akan melakukan perampokan. Saat Sugiyantoro bersama 5 anggota lainnya berusaha mendekati mobil tersebut, mereka langsung diberondong dengan senjata laras panjang. Sugiyantoro tewas seketika setelah peluru menembus bagian bawah mata kanan dan kepalanya.
  2. 25 Mei 2011: Tiga polisi yang berjaga di depan BCA Palu, Sulawesi Tengah, diberondong sekelompok orang, dengan senjata laras panjang. Akibat penembakan itu dua polisi yakni Bripda Irbar dan Bripda Yustidar tewas. Mereka kena tembak di kepala dan dada. Sedangkan Bripda Dedy Anwar luka tembak di kaki.
  3. 2 Mei 2011: Anggota Polsek Jatiasih, Aiptu Iwan Junawan tersungkur setelah disabet parang oleh perampok saat menemani karayawan SPBU Jatiluhur, Jatiasih untuk menyetor uang ke Bank Mandiri. Iwan sempat melepaskan tembakan untuk menghentikan aksi para pelaku tapi pelurunya mengenai seorang ibu.
  4. 11 Februari 2011: Anggota Polrestabes Bandung Briptu Taufik Asril meregang nyawa setelah ditembak pelaku curanmor di daerah Sadang serang, Bandung.
  5. 11 Februari 2011: Anggota Polres Metro Jakarta Timur, Brigadir Satu berinisial SP ditemukan tewas di dalam Toyota Corolla B 2671 QF yang diparkir di dekat SPBU Taman Mini, Cipayung. Diduga polisi tersebut bunuh diri dengan menggunakan sejata api.
  6. 4 Februari 2011: Anggota Polsekta Tamalate Makassar, Aipda Andi Syahrul Rizal (39) ditemukan tewas di rumahnya, dengan luka tembak di dada kiri.
  7. 17 Januari 2011: anggota Brimob Sat II Pelopor, Kedung Halang, Bogor Briptu Marry Amara (31) tewas setelah dada kirinya tertembus peluru oleh pencuri yang hendak masuk ke rumahnya.

Sabtu, 04 Juni 2011

Pengendalian Diri

Tidak ada kesuksesan yang didapat tanpa usaha, kerja keras, dan disiplin diri yang tinggi. Dan tidak ada kesuksesan yang bertahan lama tanpa dedikasi, profesionalisme dan integritas yang tinggi. 

Tapi percaya atau tidak percaya, penentu akhir dari semua kesuksesan ataupun setiap keputusan yang akan menghasilkan kesuksesan tersebut, bukanlah semua hal di atas. 
Penentu akhir dari kesuksesan adalah kemampuan untuk mengendalikan diri. Terdengar sederhana, terkesan mudah, tapi coba lakukan dengan refleks penuh, maka saya yakin kita semua sependapat, mengendalikan diri adalah hal tersulit. 

Mengendalikan diri termasuk mengendalikan ego, mengendalikan hawa nafsu, mengendalikan emosi, mengendalikan rasa iri, mengendalikan kemalasan, mengendalikan rasio, dan banyak lagi lainnya. 

Mengendalikan diri juga termasuk tidak memikirkan keuntungan diri sendiri, tidak membeli sesuatu hanya karena kesenangan dan keinginan semata, tidak mengeluh dan marah - marah tak jelas saat segalanya berjalan buruk, tidak takut salah dan kalah, tidak mengundur - undur segala hal yang harus diselesaikan sekarang, tidak terlambat saat janji, tidak moody, dan lainnya. 

Belum disebut semua saja, saya sudah menahan nafas karena rasanya di kepala saya terdengar suara.."itu semua kekurangan yg disebutin...., gue banget..." :)

Mengendalikan diri saya katakan sebagai hal tersulit, karena lawan yang dihadapi adalah diri sendiri.

Apakah kita akan mampu mengalahkan semua ego dan sifat buruk yang mendegradasi kemampuan kita, atau justru terbawa arus yang akhirnya akan menghancurkan semua sikap positif yang telah di bangun bertahun - tahun. 

Sebagaimana kita ketahui, memandang gajah di seberang sangatlah mudah, tapi memandang semut di pelupuk mata sangatlah sulit. Maka begitu juga yang terjadi, saat memandang dan mencari kesalahan orang lain adalah mudah, tapi melihat kesalahan dan kekurangan diri sendiri adalah sulit. 

Tanpa pengenalan kemampuan serta kekurangan diri yang benar, saya yakin kita tidak akan bisa mengendalikan diri sendiri. 

Biasanya pengendalian diri yang tersulit justru saat posisi kita sedang nyaman. 
Segalanya ada di tangan, dan semuanya hampir tercapai. Ibaratnya tinggal satu sentuhan terakhir. 
Mengapa? Karena cenderungnya saat segalanya berada dalam kendali kita, maka kita merasa berkuasa dan merasa semua yang kita putuskan akan menjadi benar.


Dan ibaratnya sedang bermain Uno Sticko (betul tidak ya tulisannya?), satu langkah salah, maka semua susunan akan rubuh tak bersisa. 

Tanpa pengendalian diri yang kuat, tidak akan ada keputusan akhir yang bijaksana, taktis, dan sukses. 
Mungkin untuk lebih pastinya, tanpa membiasakan diri dengan pengendalian diri yang kuat, tidak akan ada refleks untuk membuat keputusan dan bertindak penuh kebijaksanaan, taktis, dan sukses. 


Mengapa saya menggunakan kata 'membiasakan diri' sebelum 'pengendalian diri'?
Karena sangat perlu untuk membiasakan diri untuk menciptakan refleks tersebut pada saat - saat yang menentukan. Sebagaimana kita ketahui, 90% saat yang menentukan, datang tiba - tiba dan tanpa aba - aba. 
Hanya satu kali, dan setelah itu berlalu, maka lewat dan selesailah sudah. Kita sukses atau gagal. 

Kita semua juga tahu, tidak ada gunanya menyesali yang sudah terjadi. Maka jauh lebih penting untuk mempersiapkan apa yang belum dan akan terjadi. Itulah di mana fungsi membiasakan untuk menciptakan refleks itu diperlukan. 

Pengendalian diri tanpa membiasakan diri adalah sama seperti orang sakit flu yang pantang makan ice cream. Begitu sakitnya hilang, ia lupa, dan makan ice cream lagi banyak - banyak. 

Kesalahan yang sama memiliki tingkat persentase yang lebih tinggi untuk terulang kembali. Begitu juga dengan ketidaksuksesan dan kegagalan. 
Sedangkan orang yang terbiasa mengendalikan diri adalah orang yang mengetahui takaran secara refleks kapan, di mana, dan seberapa banyak ice cream yang bolek ia nikmati. (Ia nikmati, bukan ia makan) 
Kesalahan dan ketidaksuksesan memiliki persentase yang sangat kecil hingga tidak mungkin, untuk bisa terulang lagi. 

Dan satu yang pasti, percaya atau tidak percaya, dengan membiasakan untuk mengendalikan diri, maka kita telah mengerjakan separuh dari usaha, kerja keras, disiplin diri, dedikasi, profesionalisme, dan integritas diri yang diperlukan untuk mencapai sebuah kesuksesan. 
Tentu saja kesuksesan yang saya maksud adalah sukses dalam segala bidang termasuk usaha dan pekerjaan, hubungan antar manusia, dan yang paling berarti, yaitu: hidup.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Orang yang tahu takkan lebih baik dari orang yang mengerti.
Orang yang mengerti takkan lebih baik dari orang menghayati.
Orang yang menghayati takkan lebih baik dari orang yang terbiasa. 
Bisa karena terbiasa. 
Dan terbiasa karena bisa."

"Dengan terbiasa untuk mengendalikan diri, kamu ibarat seseorang yang terbiasa mengendarai kendaraan.
Hanya perlu memikirkan hendak pergi ke mana, bukan sibuk memikirkan bagaimana cara mengendarai kendaraan yang kamu naiki." 



BELAJAR DARI PENGALAMAN

Seorang filsuf Yunani mengatakan,
orang pandai belajar dari pengalamannya dan orang bijak belajar dari pengalaman orang lain, tetapi orang bodoh tidak belajar apapun.”
Saat James Lam memulai program manajemen risiko di Fidelity Investment tahun 1997, konsep penting yang diangkatnya adalah mengembangkan kesadaran akan arti penting manajemen risiko didasarkan “pembelajaran dari pengalaman” dan “praktek bisnis.” Pertemuan rutin yang diadakan oleh pimpinan perusahaan, pimpinan Departemen, senior manager, dan manager, membahas pembelajaran dan pengalaman buruk perusahaan yang bergerak di industri keuangan seperti Barings Bank dan Kidder, Peabody. Para peserta mengkaji rangkaian peristiwa, akar permasalahan serta dampak finansial dan bisnis yang terjadi. Fokus pembahasan yang paling penting adalah bagaimana perusahaan (Fidelity Investment)  dapat menghindari permasalahan yang sama.
Pembelajaran lainnya adalah serangkaian kunjungan yang dilakukan ke berbagai institusi keuangan untuk melaksanakan benchmark dalam praktik terbaik, antara lain ke Brown BrothersChaseGE Capital dan State Street Bank. Pembelajaran yang penting dari kunjungan ini adalah memberikan proses pembelajaran yang tinggi. State Street Bank memiliki “program pengenalan” enam minggu untuk para staf baru, yang melatih mereka untuk mengenal proses bisnis dan manajemen risiko, sedang Brown Brothers memiliki program “kesalahan dan kelalaian” yang melatih karyawan mengenai permasalahan yang sering terjadi pada operasi perusahaan mereka dan bagaimana menghindari ini semua.
Pembelajaran dari kasus yang terjadi ini juga biasa dilakukan pada sekolah bisnis terkemuka di dunia, misal Harvard Business School, menggunakan studi kasus nyata sebagai salah satu metodologi pembelajaran yang utama. Kasus yang ditulis dari pengalaman berbagai perusahaan dipandang sebagai sarana pembelajaran yang efektif, karena menghadirkan situasi nyata ke dalam ruang kelas dan sisi benak para siswa.
Bagaimana di Indonesia?
Saya ingat cerita seorang teman, beberapa kali dalam setahun, diadakan pertemuan antar para  Bankir  di Eropa, para bankir bebas membahas kasus yang menimpa perusahaannya, dan yang lain belajar dari pengalaman rekannya. Di Indonesia  hal ini sulit terjadi, karena masing-masing perusahaan kawatir bila membuka kasus yang pernah terjadi di perusahaannya, kawatir citra perusahaan menjadi negatif.  Saat membuat tugas akhir sekolah di magister manajemen, saya mengambil kasus nyata tentang perusahaan yang sedang melakukan restrukturisasi besar-besaran di perusahaannya. Saya sebelumnya harus menandatangani pernyataan, bahwa saya tak boleh membocorkan data yang diberikan oleh perusahaan, walau Direksi perusahaan berterima kasih atas saran yang saya lakukan, dan dari beberapa diskusi aktif ada beberapa yang menghasilkan perbaikan terhadap kemajuan bisnisnya.
Namun dalam suatu seminar, atau workshop, dengan peserta terbatas, kasus nyata dapat dibicarakan dengan bebas, dalam bentuk studi kasus, namun nama perusahaan diganti sehingga tak terlihat lagi secara jelas jika orang tak ikut dalam diskusi dalamworkshop. Oleh sebab itu, jika seorang teman menanyakan apakah boleh meminta bahan atau materi yang dibahas dalam workshop, yang saya merupakan salah satu pembicara nya, saya mengatakan bahannya tidak jauh berbeda dengan workshop yang diadakan provider lain. Yang membedakan adalah para pembicara nya merupakan praktisi, dan beberapa menjadi konsultan serta mengalami sendiri atas kasus yang dibahas.
Goestiandi, dalam bahasannya di Kontan, mengatakan, bahwa ada dua alasan utama ketidak sediaan seseorang menjadikan pengalamannya sebagai bahan studi kasus. Jika pengalaman tersebut adalah cerita keberhasilan, mereka kawatir akan dianggap sombong dan tinggi hati oleh orang yang membacanya. Namun, jika pengalaman tersebut sebagai kisah kegagalan, mereka merasa malu dan membuka borok sendiri kepada publik luas. Studi kasus tentang pengalaman sebenarnya merupakan “pembelajaran”, sebagaimana yang dikatakan filsuf Yunani diatas, bahwa “orang bijak akan belajar dari pengalaman orang lain”. Pengalaman kegagalan orang lain, dapat dipelajari, agar kita tak terperosok oleh kesalahan yang sama.
Goestiandi menjelaskan, bahwa PT Unilever Indonesia mempunyai program institutionalisasi pembelajaran atas kisah kegagalan yang sangat menarik, yang diberi nama IMF yaitu singkatan dari It’s My Fault. Dalam program IMF ini karyawan akan membagikan pengalaman kegagalan mereka, dengan tujuan untuk mendatangkan pembelajaran bagi karyawan lainnya. Apakah perusahaan lainnya punya program serupa? Saya yakin ada, hanya dipergunakan untuk kalangan terbatas, untuk internal perusahaan. Saya pernah mengikuti suatu workshop dari internal perusahaan, untuk mempelajari  tentang operasi perusahaan, permasalahan yang sering terjadi, apa yang harus dilakukan Pimpinan agar tak ada celah yang bisa dimasuki karyawan untuk melakukan fraud. Jika kegagalan itu berupa risiko bisnis, maka sebenarnya  hal tersebut merupakan hal yang biasa, karena perusahaan akan selalu memperbaiki sistim dari kegagalan yang pernah terjadi. Yang berbahaya, kegagalan yang disebabkan karena “fraud” atau memang disengaja oleh karyawan yang ada dalam perusahaan, dan bila perusahaan tersebut bergerak di industri jasa keuangan, maka kerugian finansial yang terjadi bisa berakibat pada sistemik. Jadi, belajar dari pengalaman kegagalan dalam tulisan ini,  adalah untuk pembelajaran,  serta budaya untuk menghargai kegagalan atau kesalahan, namun bukan karena kecurangan.
Bahan tulisan:
  1. James Lam. “Enterprise Risk Management: Belajar dari Pengalaman”.  John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Yersey. 2003
  2. Goestiandi, Ekuslie. “Belajar dari kegagalan.” Kontan, Edisi 30 Mei-5 Junai 2011, halaman 23.
  3. Pengalaman penulis bekerja di Perbankan, sebagai pengajar di Lembaga Perbankan, dan pembicara di beberapa workshop.

Rasa Rendah Diri menghilangkan Rasa Percaya Diri Anda


Judul diatas bukan hanya dalam arti kiasan tetapi juga dalam arti sebenarnya secara harfiah. Dari sebuah sumber (BBC) disebutkan bahwa dalam sebuah konferensi di Royal Society di London, ditemukan bahwa otak orang yang rendah diri seperti menciut dibandingkan dengan orang yang memiliki rasa percaya diri.

Dr Sonia Lupien dari McGill University di Montreal, menyurvei 92 warga senior selama lebih dari 15 tahun dan mempelajari hasil pemindaian (scan) otak. Dia menemukan bahwa otak yang dimiliki oleh orang yang rendah diri sampai seperlima dari orang yang memiliki rasa percaya diri. Orang-orang yang rendah diri tersebut mendapatkan nilai yang buruk saat diuji 
ingatan dan pembelajaran.
 
Kabar baiknya, ada cara untuk mengembalikan ukuran otak manusia. Ukuran otak manusia bias kembali ke normal jika di kembali percaya diri. Menurut Dr Felicia Huppert dariCambridge University - cara mengembalikan cukup mudah dengan cara memfokuskan pembicaraan pada hal-hal positif dalam kehidupan sehari-hari dan menikmati momen yang menyenangkan pada saat hidup ini terasa sulit.
 
Otak adalah anugrah dari Allah yang sangat berharga, sungguh sayang jika kita 
menyia-nyiakan otak ini dengan cara merasa rendah diri. Apakah Anda rendah diri? Ada 
beberapa cara untuk mengevaluasi apakah Anda termasuk rendah diri atau tidak. Hal yang 
paling utama ialah saat Anda menginginkan sesuatu atau melakukan sesuatu Anda tidak 
berani mencapainya.
 
Namun jangan sedih, jika Anda termasuk orang yang rendah diri atau menemukan orang 
yang Anda sayangi merasa rendah diri, masih ada cara yang bisa ditempuh untuk 
mengembalikan kepercayaan diri.
 
Diatas disebutkan caranya ialah dengan fokus membicarakan hal-hal yang positif dalam 
kehidupan sehari-hari. Anda bisa melakukannya sekarang juga atau mengajarkan kepada 
orang yang rendah diri. Insya Allah rasa percaya diri akan segera kembali.
 
Untuk mengembalikan rasa percaya diri tidaklah memerlukan waktu lama. Saya pernah 
mengadakan pelatihan "Percaya Diri dalam Sehari", dan hasilnya luar biasa para percaya 
langsung mendapatkan kepercayaan diri setelah pelatihan selesai. Alhamdulillah, Anda 
juga bisa. 

rasa sayang sama keluarga

tak ada yang lebih berarti dari segalanya kecuali smua itu

membuat blog

lumayan pusing ... nanti aku jelasin ya ..